Friday, October 24, 2008

# 3

Kegelapan itu perlahan memudar. Dan sedetik kemudian, cahaya terang yang menyilaukan menembus penglihatan. Membuat dahiku berkerut dan mataku pun ikut berkedut.

"Apa aku sudah mati?" tanyaku lirih.

"Kamu masih hidup, Al."

Terdengar suara menggema dari sampingku. Dengan sisa kekuatan yang ada, aku menggerakkan kepalaku. Menoleh ke kanan, tempat dimana sosok itu menatapku ragu.

"Ma...lika?"

Dia mengangguk kaku. Sambil membelai pipiku dengan jemarinya yang terasa dingin, dia kembali 'bicara'. Tapi bukan mengeluarkan suara dari celah bibir seperti aku, dia mengeluarkan suara entah dari mana. Karena di hadapanku, bibir itu tetap rapat membeku seperti biasa.

"Kamu masih di duniamu, Al. Masih di kamarmu... Tidur di tempat tidurmu."

Aku menatap sekeliling.

Benar, ini kamarku. Aku ingat dengan empat sisi dinding yang berwarna ungu, juga adanya frame lucu berbentuk bintang yang memajang fotoku. Tapi, siapa itu? Kenapa mereka berkumpul di sudut kamar begitu?

Lagi-lagi, seperti bisa membaca isi kepalaku, Malika tersenyum melihat kebingunganku. Lalu, "Mereka temanku. Sengaja kuajak ke sini karena ingin aku perkenalkan dengan kembaran cantikku... itu kamu!"

Lagi-lagi badanku menggigil mendengar penjelasan Malika. Dan gigil itu makin terasa saat makhluk-makhluk tanpa bentuk yang berkumpul di pojokan kamar, bangkit dan tertawa lebar. Lalu seperti diberi aba-aba, mereka berjalan bersama; menghampiriku tanpa suara.

Jantungku berdebar. Mataku juga ikut membesar. Dan sebentar saja, rasa dingin mulai menjalar. Membuatku gemetar, lalu kembali tidak sadar.

1 comment:

Billy Koesoemadinata said...

wah... cerita fiksi yang nyeremin...

Billy K.
http://iamthebilly.wordpress.com
http://redaksi.wordpress.com