Tuesday, October 28, 2008

# 4

Aku mengerjap. Kepalaku terasa berat, membuat diriku seakan berputar di tempat. Sambil meredakan rasa mual yang tiba-tiba datang, tanpa sadar aku pun mengerang. Pelan. Lirih. Hingga akhirnya rasa itu pun seakan terbang. Menghilang secepat dia datang.

"Akhirnya kamu sadar, Al."

Suara itu...
"Tolong Tuhan, jangan lagi... Jangan biarkan dia kembali," diam-diam aku berteriak keras di dalam hati, berharap ini semua hanyalah mimpi. Cepat-cepat kucoba lagi pejamkan kedua mata, namun dia terlihat semakin nyata. Di kegelapan, ternyata bayangan sosok itu semakin memenuhi angan.

"Al, kamu sakit?" tanyanya lagi. Kali ini sambil meletakkan telapak tangannya di dahiku.

Kurasakan dinginnya tangan itu beradu dengan hangatnya kulitku. Membuatku akhirnya kembali membelalakkan mata tanpa ragu. Dan kulihat dia di sana, duduk tepat di sampingku, sambil menatapku malu-malu.

"Maaf Al, membuat kamu jadi begini. Kalau kamu memang belum siap bertemu dengan teman-temanku, aku bisa menundanya untuk lain waktu."

Kulihat Malika benar-benar menyesal. Sorot matanya menggambarkan hal itu. Tapi senyum di wajahnya seolah mengatakan bahwa dia hanya ingin menghiburku. Dan begitulah akhirnya. Entah mendapat dorongan dari mana, akhirnya aku malah mengangguk sambil membalas senyumnya.

"Aku siap berkenalan dengan teman-temanmu, Ka. Sekarang juga."

Sekarang ganti Malika yang terbelalak. Tapi begitu melihat 'keangkuhan' yang terpancar samar dari kedua mataku, akhirnya dia ikut mengangguk bersamaku. Berdiri menjulang di hadapanku, lalu berbalik membelakangiku.

Di sana, di satu sudut kamar yang sepi, tiba-tiba muncul sosok-sosok yang diam-diam kutakuti. Mereka berkumpul bergerumbul sambil menatap ke arahku. Lalu dengan sisa kekuatan, aku mencoba menegakkan badan. Dan... berhasil! Aku bangkit dari tidurku. Berdiri tegak di samping kasur hangatku. Melihat itu, gerombolan makhluk tak berbentuk itu menghampiriku. Setengah berjalan, setengah melayang. Dan akhirnya, di sinilah mereka sekarang; tepat menjulang di hadapan.

"Malika... dan Alinda. Dua bentuk yang sama rupa, tapi berbeda alam saja. Perkenalkan, kami ini temannya... yang juga ingin menjadi temanmu," sosok hitam yang terlihat paling besar di antara semuanya, tiba-tiba mengeluarkan suara. Dan sama seperti halnya Malika, sosok itu 'bicara' tidak dengan mulutnya.

"Aku Alinda, kembaran Malika." Aku mencoba meredakan getar suara. Tidak mudah ternyata...

"Boleh aku menciummu?" tanya sosok hitam itu tiba-tiba.

Aku terbelalak. Begitu juga Malika. Tapi sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya, tiba-tiba Malika berdiri di depanku. Menghalangi temannya yang ingin mendekatiku. "Mundur! Jangan kamu sakiti kembaranku tersayang..." Suara Malika terdengar tegas dan keras.

Di hadapannya, sosok-sosok itu berjalan mundur. Pelan, dan terlihat tertatih. Selangkah demi selangkah, hingga akhirnya kembali ke tempat di mana mereka tadi berada: sudut kamar yang terlihat sepi. Seperti juga datangnya, kali ini mereka menghilang sekejap mata. Meninggalkan Malika... juga aku yang masih terbelalak tidak percaya.

1 comment:

IjoPunkJutee said...

menikmati diriku terseret alur imajinasi di sini.....